Minggu, 14 Oktober 2012

Falsafah Sedulur Papat Kalima Pancer



Falsafah Sedulur Papat Kalima Pancer adalah falsafah Jawa Kuno yang memiliki makna spiritual teramat dalam. Kelima elemen dasar dalam falsafah tersebut berbicara tentang kelahiran seorang manusia (jabang bayi) yang tidak lepas dari empat duplikasi penyertanya. Duplikasi tersebut dimaknai sebagai sedulur (saudara) yang tak kasat mata, yang akan menyertai kehidupan seseorang sejak lahir hingga matinya. Mereka itu antara lain:
1. Watman : yaitu rasa cemas / kawatir dari seorang ibu ketika hendak melahirkan anaknya. Ibu harus berjuang antara hidup dan mati dalam proses kelahiran. Watman adalah saudara tertua yang menyiratkan betapa utamanya sikap menaruh hormat dan sujud pada orang tua khususnya ibu. Kasih sayang, perhatian dan doa ibu adalah kekuatan yang akan mengiringi perjalanan hidup sang anak.
2. Wahman : yaitu kawah atau air ketuban. Fungsi air ketuban adalah menjaga agar janin dalam kandungan tetap aman dari goncangan. Ketika proses kelahiran terjadi, air ketuban pecah dan musnah menyatu dengan alam, namun secara metafisik ia tetap ada sebagai saudara penjaga dan pelindung.
3. Rahman : yaitu darah persalinan. Darah adalah gambaran kehidupan, nyawa dan semangat. Darah persalinan pada akhirnya musnah dan menyatu dengan alam, namun secara metafisik ia tetap ada sebagai saudara yang memberi semangat dalam perjuangan mengarungi kehidupan. Darah juga gambaran kesehatan jasmani dalam hidup seseorang.
4. Ariman : yaitu ari-ari atau plasenta. Fungsi ari-ari adalah sebagai saluran makanan bagi janin dalam kandungan. Ariman adalah saudara tak kasat mata yang menolong seseorang untuk dapat mencari nafkah dan memelihara kehidupannya.
Dan sebagai yang kelima adalah Pancer (Pusat) yaitu si jabang bayi itu sendiri. Ketika jabang bayi itu lahir, tumbuh dan dewasa, maka ia tidaklah sendirian. Keempat saudaranya Watman, Wahman, Rahman dan Ariman senantiasa menemani secara metafisik. Mereka adalah saudara penolong dalam mengarungi kehidupan hingga seseorang kembali lagi pada Sang Pencipta. Pancer atau Pusat juga dimaknai sebagai “Ruh” yang ada dalam diri manusia, yang akan mengendalikan kesadaran seseorang agar tetap “eling lan waspodo”, ingat pada Sang Pencipta dan menjadi insan yang bijaksana. Jadi sedulur papat berperan sebagai potensi / energi aktif, sedangkan pancer sebagai pengendali kesadarannya.
Kesadaran kosmik tentang adanya saudara penyerta dalam falsafah Sedulur 4 Ka-5 Pancer pada akhirnya akan mengaktifkan potensi dalam diri seseorang. Seseorang yang mampu menggali potensi Sedulur Papat Kalima Pancer akan menjadi seseorang yang sukses seutuhnya. Pada tingkat kesadaran tertentu orang tersebut bahkan dipercaya dapat mencapai “kesaktian” yang supranatural.
Dalam persepsi moralitas dan spiritualitas, orang yang memiliki kesadaran Sedulur Papat Kalima Pancer dapat dimaknai sebagai orang yang memiliki etika tinggi. Etika ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dalam berbagai hubungan dan perannya dalam masyarakat. Dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan, kerohanian, kesehatan maupun hubungan-hubungan sosial lainnya. Banyak orang mengklaim dirinya sukses, tapi hanya dalam bisnis saja, sedangkan rumah tangganya berantakan, tubuhnya sakit-sakitan, jiwanya tertekan. Ini bukan sukses yang sejati.
Falsafah Sedulur 4 Ka-5 Pancer merupakan falsafah dasar yang kemudian dapat dikembangkan dalam berbagai pakem-pakem Jawa. Misalnya pakem tentang hari-hari Jawa, yaitu pasaran Legi (Timur), Pahing (Selatan), Pon (Barat), Wage (Utara) dan Kliwon (Tengah/Pusat). Dalam tradisi pewayangan juga dikenal tokoh Punakawan: Semar, Petruk, Gareng, Bagong yang menemani dan melayani tokoh pusat yaitu Arjuna. Hal ini juga menggambarkan keempat kuda pada kereta perang Arjuna yang dikendalikan oleh kusirnya yaitu Krisna. Pada periode Islam Jawa, dikenal pula keyakinan tentang malaikat penyerta yaitu Jibril, Mikail , Isrofil, dan Ijro’il yang akan membawa seseorang mencapai Sidrathul Muntaha atau menyertai hidup manusia hingga mati menghadap kepada Sang Ilahi.
Seperti yang sudah-sudah, falsafah Jawa selalu sarat dengan perlambangan, sehingga ia kaya akan interpretasi tanpa mengeliminir substansi-nya. Demikian pula falsafah Sedulur 4 Ka-5 Pancer, secara normatif dapat berupa perlambangan untuk makna yang jauh labih hakiki. Sedulur 4 menggambarkan elemen dasar dalam diri manusia (ego) yaitu Cipta, Rasa, Karsa dan Karya.
1. CIPTA adalah pikiran, sumber dari segala logika, idea, imajinasi, kreativitas dan ambisi. Pikiran adalah manipulasi otak atas informasi untuk membentuk konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.
2. RASA adalah emosi atau reaksi afekif atas peristiwa dan pengalaman hidup. Berbagai ekspresi emosi begitu kaya, bahkan jauh lebih kaya daripada bahasa yang dapat mengungkapkannya.
3. KARSA adalah kehendak atau niat, yaitu motivasi dalam diri individu untuk melaksanakan keputusan dan rencananya. Seseorang dapat termotivasi oleh rangsangan dari luar, namun sebaliknya juga dari dalam dirinya sendiri.
4. KARYA adalah tindakan, yaitu aspek psikomotor dalam diri individu yang menghasilkan suatu wujud konkret, sehingga dapat dikenali dan berdampak bagi lingkungan sekitarnya.
Keempat elemen dasar dalam diri manusia di atas akan menjadi “efektif” apabila manusia tersebut dikontrol oleh Pancer / kunci yang disebut dengan KESADARAN yang biasa diistilahkan dengan “eling”. Di sinilah letak perjuangan spiritual sesungguhnya. Ketika katup-katup kesadaran mampu dibuka, maka potensi 4 elemen dasar manusia akan menjadi kekuatan “quantum” yang luar biasa, memiliki daya ledak, menjadikan seseorang menjadi insan seutuhnya, sukses lahir batin, satria pinandhita sinisihan wahyu!

wetanlintang.blogspot.com/.../falsafah-jawa-sedulur-papat-kalima.html

Tidak ada komentar: